Rabu, 11 Juni 2014

Waktu dan Diriku

Dulu aku membaca suatu cerita yang membuatku berkata "kelak aku tak akan seperti ini".
Yang aku ingat, ada seorang anak yang orang tuanya sangat sibuk bekerja sampai-sampai tak pernah bermain bersama anaknya. Orang tuanya selalu berkata bahwa mereka bekerja untuk mendapatkan uang untuknya. Suatu kali, anak itu bertanya berapa gaji orang tuanya dan disebutkan jumlahnya sekian. Dan tanpa diduga, suatu hari, sang anak menyodorkan uang kepada orang tuanya dan berkata, "Ini uang yang telah aku tabung, cukupkah ini untuk membeli 1 jam saja waktu Ayah dan Ibu untuk bermain denganku?"
Ya Allah, dulu, saat aku membaca cerita ini aku rasanya sedih, sebegitu sibuk kah orang tua tersebut sampai bermain dengan orang tuanya pun tak bisa. Sebegitu sibuk kah? Batinku.
Akan tetapi, sekarang kenyataan pada cerita itu berbalik padaku dengan keadaan yang berbalik pula.
Suatu ketika, orang tuaku tiba-tiba menjengukku di tanah rantau. Senang? Jelas. Sudah tentu berkumpul bersama keluarga itu menyenangkan. Tetapi saat itu aku ingat bahwa besoknya aku ada janji pada pagi hari dan acara organisasi di siang hari serta kajian di sore hari. Saat itu aku bingung besok harus bagaimana tetapi belum kuutarakan. Esoknya, orang tuaku mengajakku pergi ke luar. Aku bingung. Aku ceritakan bahwa aku ada janji. Mereka berkata, yasudah sesudah itu. Aku pun menyambung lagi, setelah itu ada acara organisasi. Mereka berkata lagi, yasudah, sesudah itu. Aku pun menambahkan lagi, setelah itu aku ada kajian. Sebenarnya aku merasa bersalah mengatakan itu, tapi itulah kenyataannya. Setelah aku bilang begitu, ibuku berkata dengan nada entah kecewa entah marah, "Yaudahlah Pak, ayo kita pulang aja, la wong yang dijengukin aja malah pergi. Udah disempetin njenguk malah yang dijenguk pergi."
Ya Allah, saat itu aku merasa sangat bersalah. Iya benar, orang tuaku menyempatkan diri untuk menjenguk tapi malah aku sibuk dengan seabrek kegiatan lain. Ya Allah, aku merasa seperti anak tidak berbakti yang bahkan tidak mempunyai waktu untuk orang tuaku sendiri :'(
Saat itu aku teringat akan cerita anak kecil tadi, yang bahkan aku sendiri sudah bertekad tak akan menjadi orang seperti itu. Haruskah orang tuaku membeli waktuku untuk bisa berkumpul?
Akhirnya aku menjelaskan pada temanku bahwa aku tidak bisa memenuhi janjiku. Dan melihat aku yang kebingungan, akhirnya aku diizinkan untuk mengikuti acara organisasi dan orang tuaku tetap menugguiku di kosku. Alhamdulillah.
Aku sedih karena aku belum bisa berbakti yang benar-benar hanya untuk orang tuaku. Tapi aku bangga, aku memiliki orang tua yang tidak otoriter dan selalu mendukung anaknya ketika hal yang ia lakukan tidak menyalahi aturan agama :) Bahkan ketika nilaiku jelek tapi itu memang usahaku sendiri dan aku sudah berusaha semampuku, aku tak pernah dimarahi dan hal itu tidak pernah diungkit. Aku tahu, mereka mempercayaiku sepenuhnya
Terima kasih Bapak, Ummi :)
Seringkali rasa iri muncul, menjadikanku berandai andai; "andai aku seperti dia yang bisa A", atau "andai seperti dia yang bisa B". Sering. Akan tetapi, seharusnya aku ingat, setiap orang memiliki kelebihan masing-masing. Allah memberi orang keahlian berbeda-beda untuk saling membantu dan melengkapi satu sama lain. Harusnya aku bersyukur atas apa yang aku punya dan bukannya mengeluh atas apa yang tidak aku punya. Mungkin saat ini aku belum se sukses 'dia' atau 'dia', tapi suatu saat insya Allah, aku akan sukses lewat jalan lain yang telah ditetapkan Allah untukku :)