Sabtu, 24 Desember 2016

Pulang

Om telolet ooom!
Mungkin itu yang dikatakan anak-anak di pinggir jalan. Berkali2 sopir bus membunyikan klakson 'telolet'nya di perjalanan.
Perjalanan pulang kali ini ditemani dengan seorang bapak asal Yogyakarta yang hendak ke Cilacap untuk menemui keluarganya. Bapak itu bercerita banyak hal. Tentang keluarga, tentang pekerjaan, tentang rencana pembangunan bandara di Kulon Progo, dan sesekali berkonsultasi masalah giginya. Aku yang masih mahasiswa S1 ini mencoba menjawab semampuku. Apalagi dalam menjawab hal-hal yang sangat praktis. Masih sangat kurang pengalaman. Bahkan teoritis pun masih terbatas.
Kesungguhanku dalam mempelajari bidang yang sedang aku tekuni baru dimulai beberapa waktu lalu. Belum lama. Belum banyak hal yang kupahami. Masih harus mengulang banyak materi bersemester-semester yang hanya aku lewati tanpa kucoba memahami.
Lagu-lagu band jadul pun diputarkan dalam bus. Menemani perjalanan kami. Bapak di sebelahku mulai tertidur. Dan aku mulai mengalihkan pandangan ke jendela. Menikmati perjalanan. Seperti biasa.
***
Beberapa jam sebelum berangkat...
Aku yang terlanjur bangun di jam yang sudah terlalu molor dari rencana perjalanan bergegas bersiap. Pulang-pagi yang kurencanakan tinggal menjadi rencana. Hmm baiklah, langsung aku bersiap dan membawa semua seperlunya.
Hari ini kontrakan sepi. Hanya aku, Putri, Kak Fitri, Kak Lusi, Kak Ufai yang ada. Dan Suci yang baru pulang setelah acara keluarganya tepat sebelum aku berangkat. Bergegas aku menyelesaikan segala urusan.
Destinasi pertama adalah membeli oleh-oleh. Jogja Scrummy. Oleh-oleh Jogja yang masih dibilang baru dengan kepemilikan outlet oleh Dude Harlino. Kuputuskan membeli dua kotak untuk pertemuan keluarga besar besok.
Destinasi kedua adalah ke tempat bus. Siang ini jalanan cukup ramai. Mungkin orang-orang pun berpikiran sama. Pulang kampung. Maklum lah, libur panjang. Mobil dan motor berjajar memenuhi jalan. Sudah pukul 10.20. Aku hanya bisa bersabar dan mencoba menikmati perjalanan menuju agen bus di Ambarketawang.
Entah berapa menit sudah aku melewati perjalanan. 20-30 menit mungkin. Agen bus terlihat sangat ramai. Aku hanya bergumam pada diri sendiri. Apa masih ada ya tiketnya? Aku hanya bisa berharap.
Mba ke Kebumen adanya jam berapa, Mba?
Jam setengah 2, Mba.
Aku melihat jam. Pukul 11.00. Masih 2,5 jam lagi. Tapi ya mau bagaimana. Yasudahlah. Salahku sendiri tidak berangkat pagi sesuai rencana. Akhirnya aku mengiyakan untuk membeli tiket itu.
Aku pun beranjak ke luar.
Balik kontrakan atau menunggu?
2,5 jam tidak sebentar, tapi juga tidak lama. Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu. Apalagi melihat jalanan di depan mata penuh sesak dengan kendaraan. Aku mengurungkan niatku untuk kembali. Takut tidak bisa tepat waktu untuk kembali kesini.
Bosan. Aku membuka tasku. Mengeluarkan sebuah buku berisi 2 bulan kenangan KKN di Pulau Sebatik. Buku yang disusun oleh teman-teman. Aku yang tidak pede dengan tulisanku hanya bisa urun desain cover saja. Membaca buku ini seperti merasakan kembali kebersamaan kami kala KKN. Singkat mungkin, tapi mengajarkanku banyak hal. Dan menjadi salah satu turning point untukku dalam mendalami bidang kedokteran gigi (untuk pengalaman KKN akan aku ceritakan di postingan selanjutnya).
Saudari Kurnia, harap ke meja reservasi.
Aku yang sedang konsentrasi membaca mencoba mendengarkan sekali lagi.
Saudari Kurnia, harap ke meja reservasi.
Aku? Tanyaku dalam hati.
Kututup bukuku dan beranjak ke meja reservasi.
Saya Kurnia, Mba. Ada apa ya?
Pemberangkatannya dimajukan ya Mba. Jadi pukul 13.00.
Wah Alhamdulillah, batinku. Maju setengah jam.
Aku pun kembali ke tempat aku menunggu. Kuputuskan untuk sholat terlebih dahulu. Karena tak berani meninggalkan barang bawaan, ransel dan oleh-oleh aku bawa ke musholla.
Mengantri. Baiklah, aku menanti.
Eh, sebentar. Tiket busnya mana ya tadi? Batinku.
Ah, selalu begini. Terlalu ceroboh dan pelupa. Aku merogoh saku rokku. Tak ada. Saku jaket? Kanan, nihil. Kiri, nihil. Akubkembali ke tempat awal, nihil juga.
Hah yasudahlah. Aku memutuskan ke meja reservasi untuk mengadukan kehilangan tiketku. Harapannya sih bisa dicetakkan kembali tiket baru.
Kuceritakan yang sebenarnya terjadi. Pasrah akankan mba-mba reservasi mempercayaiku atau tidak. Kalau percaya Alhamdulillah, kalo ngga yasudah. Mungkin akan kubeli ulang tiket dengan jam pemberangkatan yang entah kapan melihat ramainya orang yang hendak kembali ke kampung halaman.
Ada banyak orang di meja reservasi. Sebenarnya malu hendak berkata kalau tiket mendadak hilang tidak berbekas. Tapi yasudah tak apa. Diam tidak menyelesaikan apapun. Aku harus menyelesaikan masalah tiket ini, batinku.
Mba mau tanya, kalau tiket hilang, bisa dicetak ulang kah tiketnya? Tadi sehabis diganti jam, saya lupa menaruh tiket saya di mana.
Bisa Mba. Atas nama siapa?
Aku yang sudah pasrah dengan setengah tidak percaya menyebutkan namaku. Hanya bisa bersyukur karena tiket bisa dicetak ulang.
Pemberangkatan jam 13.00 ya Mba.
Aku hanya bisa mengangguk sambil tersenyum. Alhamdulillah.
Kali ini tiketnya akan kusimpan baik-baik, batinku. Kutaruh di saku jaket agar mudah dijangkau.
Pukul 12.20. Masih 40 menit menuju keberangkatan. Aku menitipkan motor ke bapak-bapak yang bisa mengurusinya. Sehari semalam 5000. Lumayan sebenarnya. Tapi aku lebih suka membawa motor dan menitipkannya dibanding minta diantar teman ke Ambarketawang. Terlalu jauh dan terlalu ribet saat kembali ke Jogja. Belum tentu ada yang bisa menjemput.
Belum sampai 5 menit di aku beranjak dari reservasi, namaku kembali dipanggil.
Saudari Kurnia, harap ke meja reservasi.
Ah mungkin salah dengar. Aku tak beranjak. Atau jangan-jangan pencetakan tadi tidak boleh ya?
Saudari Kurnia, harap ke meja reservasi.
Benar namaku!
Oh my -__- jangan-jangan nanti orang-orang sampai hafal namaku saking seringnya dipanggil dan bolak balik.
Ini keempat kalinya aku kembali ke meja itu. Pertama membeli tiket. Kedua mengganti jam keberangkatan. Ketiga melaporkan kehilangan tiket. Keempat entahlah, untuk apa kali ini.
Mba, keberangkatan dimajukan ya. Silakan naik bus itu.
Weh. Aku cuma bisa mengiyakan. Mengambil barang di depan musholla dan menaiki bus.
Karena setengah tidak percaya pemberangkatan dimajukan satu jam akhirnya aku berkata pada bapak penajga pintu bus.
Pak katanya saya disuruh pake bus ini.
Sang bapak hanya berkata, iya mba masuk saja.
Eh? Aku hanya terbengong-bengong dan masuk ke dalam bus.
Setelah duduk barulah aku tau dari baapk yang duduk di sampingku kalau ada bus tambahan. Pantas saja maju satu jam, batinku.
***
Masih dalan perjalanan.
Bersama semua orang di bus yang mungkin memiliki harapan yang sama. Menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah liburan akhir pekan ini.
Segera pulang menuju rumah :)