Jumat, 25 Desember 2015

Menemukan Arti Keluarga - Terima Kasih Kalian :) -

Orang datang silih berganti bukan tanpa alasan. Setiap orang hadir dalam hidup kita dengan suatu alasan. Pasti selalu ada pelajaran hidup yang bisa diambil dari kedatangan orang-orang tersebut.
Dan tahun ini, saya banyak dipertemukan dengan orang-orang yang banyak membuat saya berkaca tentang cara pandang saya terhadap keluarga :)

Tahun 2013, status saya berubah menjadi anak rantau. Ya, menimba ilmu di kota lain. Jauh dari orang tua. Tidak begitu jauh sebenarnya. Kebumen-Jogja hanya terpisah jarak sekitar 2-3 jam saja. Sewajarnya, untuk anak yang baru pertama kali merantau biasanya merasakan apa yang dinamakan "homesick". Hmm, tetapi sepertinya itu kurang berlaku bagi saya. Bahkan di semester awal saya sangat jarang pulang dan keinginan untuk pulang pun sangat jarang muncul. Sangat berbeda dengan teman satu jurusan saya yang seringkali bercerita bahwa ia ingin pulang, yang selalu berkata kalau rumahnya sedekat rumah saya, ia akan pulang seminggu sekali. Untuk ukuran orang dengan jarak rantau hanya 3 jam, jarang pulang adalah hal yang bisa dianggap aneh, apalagi masih mahasiswa semester awal yang entah disibukkan oleh apa.

Dua semester berlalu dan kebiasaan untuk jarang pulang atau bahkan pulang satu semester sekali masih terbawa. Hingga pada semester selanjutnya, saya dipertemukan dengan orang-orang yang akan menjadi keluarga saya 2 tahun selanjutnya, Keluarga Nakula-Srikandi, Keluarga PPSDMS Regional 3 Yogyakarta angkatan 7. Ya, di keluarga ini saya banyak belajar akan arti keluarga kita sebenarnya. Saya sangat menyayangi keluarga saya di Jogja ini. Sangat. Saling memberi, saling menolong, saling mengingatkan, dan saling melengkapi satu sama lain. Seringkali saling memberikan sesuatu dengan ucapan sederhana untuk sekadar memberi semangat kepada yang lain :)

Akan tetapi, ada satu hal yang seperti saya lupakan. Saya bisa menyayangi keluarga saya di Jogja hingga seperti ini, tetapi, bagaimana dengan keluarga saya sebenarnya? Apa yang sudah saya lakukan untuk mereka? Yang bahkan pulang pun jarang saya sempatkan.

Tinggal di asrama bersama ke-59 orang lainnya membuat saya banyak belajar. Banyak hal yang saya pelajari ketika melihat bagaimana saudara-saudara satu asrama memperlakukan orang tua dan kakak serta adik mereka. Mas, Mba, dan teman-teman sepantaran saya sangat mencintai keluarga mereka masing-masing. Menyempatkan diri untuk sekadar SMS atau telepon bertanya kabar atau bahkan menyempatkan diri untuk pulang ke rumah di tengah kesibukan mereka di organisasi-organisasi kampus. Saat melihat itu, saya seolah berkaca pada diri saya sendiri. Apa yang sudah saya lakukan untuk menunjukkan sayang saya terhadap keluarga saya? Yang bahkan perasaan ingin pulang dan menemui keluarga sangat jarang muncul. Keluarga baru ini membuat saya termenung. Mereka bukan keluarga saya dari kecil, tapi saya sangat menyayangi mereka. Lalu apakah saya benar-benar menyayangi keluarga saya sendiri yang sedari kecil menjadi tempat saya untuk tumbuh dan berkembang?  Pertanyaan-pertanyaan itu sering timbul dalam benak saya. Ditambah lagi dengan saudara-saudara saya di asrama yang terlihat sering menunjukkan rasa sayang mereka terhadap keluarganya. Saya malu. Saya merasa saya bisa bersikap lebih baik terhadap keluarga ini dibanding dengan keluarga asli saya. Sedangkan saudara-saudara saya di asrama pun masih tetap menomorsatukan keluarga mereka. Hal ini menjadi sebuah tamparan besar bagi saya. Saya seperti lebih menyayangi teman saya dibanding keluarga yang telah merawat saya sejak kecil.

Dari Mba Ara, saya melihat bagaimana ia sangat menyayangi ayah, ibu, dan adik-adiknya. Mba Ara selalu menyempatkan waktu untuk pulang ke Boyolali untuk menemui keluarganya. Mba Ara juga terlihat sangat menyayangi adiknya; membantu adiknya untuk mengenal Jogja, mencarikan tempat tinggal yang baik untuk adiknya, dan menanyakan kabar adiknya saat di Jogja.
Dari Mas Hamdan, saya melihat bagaimana Mas Hamdan sangat menyayangi ibunya. Selalu menyempatkan berkunjung ke Sragen. Padahal kegiatannya di kampus pun bisa dibilang cukup padat.
Dari Mas Ibnu Fajri, saya melihat bagaimana keluarga membawa pengaruh yang besar bagi kita di kehidupan sosial. Bagaimana setiap keluarga memiliki cara yang berbeda dalam memperlakukan anggota keluarganya. Memiliki cara yang unik dan berbeda untuk menyampaikan rasa sayang.
Dari Putri, saya melihat bahwa selalu ada cara dan waktu untuk mengetahui keadaan keluarga kita. Telepon, SMS, hingga menyempatkan untuk pulang sellau ia lakukan. Putri selalu menanyakan keadaan keluarganya lewat telepon. Saya kagum akan perhatian Putri terhadap keluarganya. Saya sangat sering melihatnya menelepon keluarganya.

Lalu saya menanyakan pada diri saya sendiri; apa yang saya lakukan di tahun pertama saya kuliah? Pulang jarang, bahkan rasa ingin pulang saja untuk sekadar menengok menanyakan kabar atau bahkan menyempatkan waktu untuk menelepon orang rumah pun sangat jarang dilakukan.

Hidup bersama ke-59 saudara yang luar biasa, ditambah dengan 3 kakak yang selalu ada untuk membimbing kami kami, membuat saya banyak belajar di tahun kedua dan ketiga saya di Kota Pelajar ini. Banyak hal-hal baik yang saya pelajari dari mereka yang seringkali menjadi motivasi bagi saya untuk mencontoh hal-hal baik yang biasa mereka lakukan. Termasuk bagaimana cara mereka mencintai keluarga mereka. Kini, saya sedang belajar untuk lebih mencintai keluarga saya. Lebih sering menelepon untuk sekadar menanyakan kabar dan lebih sering pulang untuk sesekali menengok keadaan orang tua. Saya belajar banyak dari keluarga saya di Jogja. Bagi saya, sesorang hadir dalam hidup orang lain bukan tanpa alasan; termasuk mereka :)

"Untuk keluargaku di Jogja, terima kasih telah membuatku banyak belajar. Terima kasih selalu membuatku merasa belum cukup baik sehingga aku terus terpacu untuk memperbaiki diri. Terima kasih untuk segalanya. Walau mungkin kebersamaan dalam satu atap ini hanya tersisa beberapa bulan lagi, semoga ikatan keluarga tetap ada kapan pun dan dimana pun kita berada."

Keluarga adalah tempat awal dimana kita dibesarkan, dididik, dan disayangi. Tidak sepatutnya kita melupakan mereka walaupun jarak dan waktu memisahkan. Sesibuk apapun kita, sepadat apapun kegiatan kampus, tetap ada waktu khusus untuk mereka. Sesayang apapun kita dengan teman-teman kita, tetap ada tempat khusus di hati untuk mereka; keluarga :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar