Senin, 05 Juni 2017

Cerita tentang Seorang Teman

Setiap orang memiliki orang-orang istimewa dalam hidupnya. Setiap orang memiliki orang yang bisa mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Pun dengan saya. Allah begitu baik, bersedia mempertemukan saya dengan orang sepertinya. Dan saya belajar banyak hal dalam waktu yang bisa dibilang singkat ini. Mengubah banyak hal dalam diri saya lewat perantara nasihatnya.

Saya mengenalnya belum lama, masih dapat terhitung jari, bahkan hanya dengan satu tangan saja. Saya tak akan menyebutkan namanya. Cukuplah kebaikannya yang semoga bisa menginspirasi banyak orang.

Ia adalah orang yang begitu amanah menjalankan apa yang telah dipercayakan padanya. Terkadang, ia bercerita akan beratnya amanah yang ditanggungnya. Namun kemudian, ia masih menjalankannya semampunya, semaksimal yang ia bisa. Ketika kemudian amanah yang baru datang, pun sebenarnya ia berat. Saya mengetahui latar belakangnya dari apa yang ia ceritakan. Dan memang, bukan hal yang mudah untuk menerima amanah baru dalam kondisi yang demikian. Akan tetapi, ia tak mengkhianati kepercayaan orang-orang di sekitarnya. Ia mencoba menjalaninya dengan sebaik mungkin. Saya yakin, lelah pasti ia rasakan. Kadang ia berkata lelah saat bercerita pada saya, tapi ia tidak memperlihatkannya saat kembali menjalankan amanahnya, tetap mencoba bergerak dan tersenyum. Ia tidak ingin orang-orang di sekitarnya menjadi lelah karena lelah yang ia rasakan.

Saya yang saat itu juga sedang beramanah pun belajar banyak darinya. Bagaimana ia tidak mengeluh di depan teman-teman satu amanah. Bagaimana ia tetap menjalani padahal kondisinya jauh lebih rumit dari kondisi saya. Bagaimana ia mencoba menyatukan orang-orang dalam organisasinya. Bagaimana ia malah menyemangati saya, padahal ia yang lebih butuh untuk disemangati. Begitu banyak yang saya pelajari tentang bagaimana menyikapi suatu amanah.

Ia adalah orang yang begitu sayang dan disayang oleh keluarganya. Begitu seringnya orang tua menanyakan kabarnya dan tidak jarang pula ia memberi kabar pada orang tuanya.
Darinya, saya belajar untuk lebih memperhatikan keluarga saya. Sebelum ini, saya bukanlah orang yang sering mengabari orang tua ketika ada yang terjadi dalam hidup saya. Hanya hal-hal tertentu yang saya kabari. Orang tua saya cenderung membebaskan anaknya untuk memilih jalan hidupnya, tidak mengekang. Maka saya terbiasa tanpa memberi kabar. Tapi darinya, yang selalu memberi kabar ataupun ditanyai kabar oleh orang tuanya, saya belajar. Orang tua sebenarnya ingin tahu keadaan anaknya. Maka perlahan saya mulai sering mengabari orang tua saya, hal-hal kecil yang terjadi dalam hidup saya, apa yang saya rasakan, dan sebagainya. Kini saya merasa bisa lebih terbuka untuk bercerita kepada kedua orang tua saya.

Ia adalah orang yang tak hentinya membuat saya belajar lewat cerita-ceritanya, lewat kesehariannya, dan lewat nasihat-nasihat yang ia berikan pada saya. Selalu memberi semangat ketika saya lelah, ketika saya malas, dan ketika saya tidak menjadi diri saya yang biasanya. Selalu mengingatkan bila salah, membuat saya tergerak untuk menghapus foto-foto saya di media sosial, lebih berhati-hati, dan mengisi media sosial dengan hal yang lebih manfaat. Selalu mengingatkan untuk mengingat-Nya, mengingatkan bahwa takdir-Nya adalah yang terbaik, mengingatkan bahwa semua punya waktunya masing-masing.

Saya bisa merasakan, ia mencoba mengubah dirinya menjadi lebih baik dari ia di masa lalu. Masa lalunya mungkin belum baik, tapi ia tidak hentinya berusaha mengubah dirinya menjadi lebih baik. Selalu tak henti belajar menjadi lebih baik, dan lebih baik lagi. Hal itulah yang membuat saya juga ingin mengubah diri saya menjadi lebih baik. Mencoba menambal saya yang kurang di masa lalu dan menjadikan diri saya lebih baik dari hari ke hari. Bila ia bisa, kenapa saya tidak? :)

Maka, untukmu, teman yang sudah begitu banyak mengubah diri saya dalam beberapa tahun ini, terima kasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu dengan kebaikan yang jauh lebih baik. Saya mungkin tidak bisa membantu banyak, tidak bisa menyemangati, tidak bisa menjadi teman yang selalu ada saat kamu membutuhkan orang untuk bercerita, dan tidak bisa melakukan banyak hal untukmu. Kita sudah menyepakati untuk menempuh jalan kita masing-masing. Bukan, bukan karena benci, tapi justru sebaliknya. Bukan berarti kita tidak lagi berteman, tapi kita sama-sama paham. Dan pada akhirnya, kita lebih memilih untuk mementingkan-Nya.

Pertemanan yang sejati bukanlah tentang seberapa sering kita berjumpa dan seberapa sering kita menghabiskan waktu bersama. Bagi saya, pertemanan yang sejati, yang hakiki, ialah tentang seberapa sering namanya terucap dalam doa yang diam, dalam tiap sujud yang panjang :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar