Kamis, 28 September 2017

Kesempatan dan Penyesalan

Mengutip beberapa kalimat yang saya baca dalam sebuah novel:

"20 tahun dari sekarang, kamu akan lebih menyesali apa-apa yang tidak kamu lakukan daripada apa-apa yang kamu lakukan."

Pernah mendengar kalimat tersebut? Tidak asing bukan? Sebuah kalimat yang saya baca dulu, entah kapan tepatnya. Tapi begitu membekasnya kalimat itu hingga saat ini.

Penyesalan pertama.

Malam ini saya berbincang via online dengan seorang adik yang mengikuti suatu beasiswa yang sebenarnya dulu sangat ingin saya daftar tapi tidak jadi karena ketidak-pede-an saya. Seorang adik super inspiratif yang bahkan di akhir ceritanya ia berkata, "menulis itu bagian dari hidupku mba."

Bercerita panjang lebar tentang beasiswa itu membuat saya sebenarnya menyesal. Mengapa dulu saya tidak mencobanya? Mengapa patah arang sebelum berjuang?

Ah, selalu begitu. Dan ini bukan yang pertama kalinya.

Akan saya ceritakan sedikit tentang beasiswa ini. Namanya beasiswa Aktivis Peneleh. Saya sangat mengingat dulu saya tidak berani mendaftar karena orang-orang yang saya kenal terlihat sangat 'wah' dengan kontribusinya di masyarakat.

Pada kesempatan itu adik itu menceritakan yang penting mencoba dulu dan penuhi saja syaratnya. Dia bercerita bahwa disana ia diajarkan untuk produktif menulis. Ada hak, ada kewajiban. Untuk mendapatkan hak berupa beasiswa, ada kewajiban menulis yang harus ditunaikan. 4 berita, 1 opini per bulan. Menurut saya, betapa beruntungnya, mendapat suatu sistem yang mau tidak mau 'memaksa' untuk menjadikan diri ini produktif untuk menulis. Memaksa, tapi juga melatih kita untuk terbiasa. Dan saya begitu merasakan saat ini. Menulis adalah sesuatu yang wajib dipelajari sejak dini. Wajib. Karena gagasan, pikiran, ide, bisa tersalurkan tanpa dimakan waktu melalui tulisan. Ucapan seringkali akan terlupakan atau bahkan berubah makna seiring pergantian zaman. Tulisan akan mengabadikan semuanya.

Penyesalan kedua.

Berbincang dengan adik itu mengingatkan saya akan orang yang saya kenal dari suatu acara sosmas, penerima beasiswa itu pula di periode sebelumnya.

Saya selalu merasa kagum dengan orang-orang yang bisa berkontribusi lewat ke khasannya, kemampuannya, bidang ilmunya dengan sepenuh hati dan semaksimal yang ia bisa. Dan entah kenapa saya paling kagum dengan orang yang mendalami bidang sosial-masyarakat, walaupun tentu saja orang lain pun hebat dengan kontribusi di bidangnya.

Dan pertama kali saya bertemu orang itu, saya langsung kagum akan bagaimana kesinkronan antara passion dan apa yang sedang ia jalani: tentang bagaimana terjun ke masyarakat. Saya kagum dengan keluwesanya berbincang dengan staf dan peserta dalam acara tersebut. Mengalir saja. Sebagai orang yang hanya menilai dari luar dan hanya sebatas kenal sebentar saja, saya bisa merasakan bahwa ia menikmati dunianya. Dan sepanjang acara itu, saya benar-benar mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang bagaimana terjun ke masyarakat. Mungkin kata orang, "apa yang disampaikan dengan hati, kan masuk ke hati." Dan mungkin karena panitia melaksanakan acara itu sepenuh hati, maka materi yang diberi masih berkesan hingga saat ini.

Lalu, setelah acara itu berakhir, ada sebuah acara besar lagi yang diadakan. Temanya sama, tentang sosmas. Bertepatan dengan hari raya Idul Adha dan dilaksanakan di sebuah desa di Yogyakarta. Tadinya, saya sudah benar-benar akan mengikutinya. Bahkan sudah membayar biaya pendaftaran. Saya sudah membayangkan bagaimana serunya terjun ke masyarakat bersama teman-teman lain. Tapi Qadarullah, yang lebih berhak untuk dipenuhi baktinya meminta saya untuk pulang; orang tua. Akhirnya saya yang harus membatalkan keikutsertaan saya di acara tersebut. Hanya bisa coba ikut serta dengan biaya yang sudah dibayarkan dan tidak mengambilnya kembali, karena keinginan untuk ikut itu masih ada. Bahkan hingga saat ini.

Malam tadi saya melihat video acara tersebut dan rasanya.. Yaa mau bagaimana lagi, terlanjur sudah tidak ikut. Dan yang lalu ya sudah berlalu, tidak bisa diulang lagi 

Penyesalan ketiga.

Semangat ingin terjun ke masyarakat itu masih tetap ada. Ya, sejak awal saya ingin berkontribusi di bidang Pengabdian Masyarakat/Sosmas di organisasi. Kesempatan pertama kali, saya mencoba mendaftar di BEM Fakultas. Ditolak. Baiklah. Coba kesempatan lain.

Kesempatan kedua, saya mencoba mendaftar PM di sebuah organisasi mahasiswa kesehatan nasional di tingkat regional Jogja. Alhamdulillah diterima. Ternyata, melakukan hal yang sesuai dengan minat memang sangat menyenangkan :')

Di organisasi itu, sungguh saya merasa sangat senang. Merasa sangat beruntung. Hingga saat pergantian kepengurusan, saya dilobby untuk menjadi kepala divisi PM. Ya Allah, seolah mimpi untuk berkontribusi makin terbuka lebar. Namun, saat itu, di saat yang bersamaan, amanah sebagai bendahara di satu organisasi dan juga amanah sebagai sekretaris di organisasi lainnya, baru saja saya pegang. Amanah bendahara yang sebelumnya sudah saya coba untuk tolak karena sudah diamanahi sebagai sekretaris di organisasi lain ternyata tidak berhasil untuk dialihkan ke orang lain, forum tetap berkata demikian. Bila bisa saya memilih sejak awal, sepertinya saya akan lebih memilih untuk berkontribusi di PM ini dibandingkan dengan bendahara dan sekretaris itu. Namun sayang, kesempatan ini datang belakangan.

Maka dengan berat hati saya memutuskan untuk tidak menerima dan tidak bisa aktif lagi di PM untuk mengemban 2 amanah lainnya. Rasanya melepas apa yang disukai itu berat. Tapi daripada apa yang disukai itu menjadi buruk karena diri ini yang tidak maksimal, saya memilih untuk melepaskan. Dan..apa ya...rasa berat itu, menyesalnya, bahkan terbayang hingga sekarang.

Penyesalan keempat.

Dan di tahun akhir, saya kembali ditawarkan sebuah kesempatan untuk berkontribusi bersama di bidang kemasyarakatan di suatu organisasi mahasiswa. Hanya saja lingkupnya agak berbeda dengan yang lalu. Bila sebelumnya menjadi orang yang langsung terjun ke masyarakat lewat tindakan nyata, maka kali ini terjun dengan risetnya. Ya Allah, sebenarnya betapa ingin diri ini mengiyakan. Tapi, pesan orang tua selalu terkenang, "Ndak usah ambil amanah apa-apa lagi, Dek. Fokus skripsian aja."

Berat? Berat. Apalagi ini adalah yang kesekian kalinya. Seolah diberi kesempatan lagi, tapi sekali lagi, tidak bisa mengambilnya :')

Maka kali itu, untuk kesekian kalinya, saya menolak dan mencoba menyarankan orang lain yang lebih berpengalaman. Bukan karena saya tidak ingin, tapi ada pesan orang tua yang berat untuk tidak dilaksanakan.
Saat ini, terkadang saya merasa menyesal mengapa tidak mengiyakan. Tapi di sisi lain, bila mengiyakan, saya pun tidak tau akan menjadi seperti apa diri saya sekarang.

Hari ini, belum mencapai 20 tahun dari kejadian, dan begitu banyak penyesalan. Saya tahu, hal ini bukan untuk dikeluhkan ataupun disesalkan. Tapi begitu sulit mencari padanan kata yang lebih tepat selain kata menyesal. Hanya sekadar berbagi pengalaman, tentang apa-apa yang justru tidak bisa saya lakukan padahal saya inginkan. Dan saya berkaca, itu karena ketidakbisaan saya berkata tidak untuk apa yang tidak saya inginkan.

Maka bila kalian mendapat kesempatan, perhitungkan matang-matang. Bila tidak sesuai dengan yang kalian inginkan dan masih ada yang bisa kalian kejar, jangan ragu untuk berkata tidak pada yang tidak kalian inginkan. Jangan sampai 'iya' pertama yang 'terpaksa' justru memunculkan 'tidak' di kesempatan lain yang sebenarnya kalian inginkan dan memunculkan penyesalan-penyesalan.

Memang tidak ada yang sia-sia dalam hidup dan pastinya setiap keputusan yang kita ambil dahulu, telah berhasil membentuk kita yang sekarang.
Tapi untuk ke depan, cobalah untuk merencanakan. Melihat langkah-langkah apa yang kita butuhkan, langkah-langkah apa yang kita harus lakukan, untuk membentuk diri yang kita inginkan ke depan.

Perhitungkan matang-matang tiap keputusan, Kawan. Apa yang sebaiknya dan tidak sebaiknya dilakukan. Apa yang sebaiknya dan tidak sebaiknya diterima. Apa yang sebenarnya dan tidak sebenarnya kalian ingin untuk lakukan. Rencanakan. Jangan sampai 20 tahun dari sekarang penyesalan itu datang :)

2 komentar:

  1. Tere Liye kalau tidak salah kom, Rembulan Tenggelam di Wajahmu

    BalasHapus
  2. Iya kayanya mas. Paling keinget soalnya itu banyak belajar banget dari novel itu :')

    BalasHapus